Jumat, 21 Januari 2022

Kripto Makin Ambles, Bitcoin Ke Bawah Level US$ 40.000

  Sad! Kripto Makin Ambles, Bitcoin Ke Bawah Level US$ 40.000


Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas cryptocurrency atau mata uang kripto kembali terkoreksi pada perdagangan Jumat (21/1/2022) pagi waktu Indonesia. Koreksi mata uang kripto karena sentimen pasar global pada hari ini masih cenderung ke arah negatif, di mana investor masih khawatir dengan potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:15 WIB, kesepuluh kripto berkapitalisasi pasar besar di atas US$ 20 miliar terpantau kembali ambles pada hari ini. Kripto Bitcoin ambles 4,99% ke level harga US$ 39.836,22/koin atau setara dengan Rp 571.251.395/koin (asumsi kurs Rp 14.340/US$), Kripto Ethereum ambruk 6,7% ke level 2.914,47/koin atau Rp 41.793.500/koin, dan Kripto Solana anjlok 9,18% ke US$ 123,29/koin (Rp 1.767.979/koin).

Berikut pergerakan 10 kripto besar berdasarkan kapitalisasi pasarnya pada hari ini.

Kripto
Setelah sempat rebound sejenak dan menyentuh kisaran level US$ 43.000 pada Kamis kemarin, mata uang kripto Bitcoin kembali terkoreksi ke bawah kisaran level US$ 40.000 atau lebih tepatnya berada di kisaran level US$ 39.000.

Tak hanya mata kripto Bitcoin saja, altcoin seperti Ethereum, XRP, dkk dan stablecoin seperti Tether dan USD Coin juga kembali terkoreksi pada hari ini.

Salah satu faktor pemberat gerak pasar kripto adalah adanya rencana bank sentral Rusia (The Central Bank of Russian Federation) yang akan melarang penggunaan, penambangan, dan transaksi terkait kripto.

Hal ini dilakukan oleh bank sentral Negeri Beruang Putih tersebut karena dapat mengancam stabilitas keuangan, kesejahteraan warga, dan kedaulatan kebijakan moneter.

Rusia telah berdebat selama bertahun-tahun melawan cryptocurrency, dengan mengatakan mereka dapat digunakan untuk tindakan kejahatan tertentu seperti praktik pencucian uang atau untuk membiayai terorisme.

Kekhawatiran bank sentral Rusia tersebut akhirnya membuat mereka memberikan status hukum kepada industri terkait kripto pada tahun 2020. Meski cenderung legal, tetapi regulator tetap melarang penggunaan kripto sebagai alat pembayaran utama.

Namun, faktor utama belum bergairahnya kembali pasar kripto adalah kekhawatiran pasar terkait pengetatan kebijakan moneter dan inflasi global yang masih meninggi.

Kekhawatiran bahwa The Fed akan secara agresif bergerak untuk menaikkan suku bunga tahun ini berdampak pada selera risiko investor, di mana mereka masih enggan memburu aset berisiko dalam jumlah yang cukup besar.

Investor masih cenderung cemas menunggu pertemuan The Fed pekan depan untuk mendapatkan petunjuk baru tentang bagaimana Jerome Powell dkk akan mengatasi inflasi Negeri Paman Sam yang masih panas.

Di lain sisi, lonjakan kasus virus corona (Covid-19) varian Omicron dapat memicu terganggunya kembali pemulihan ekonomi, terlihat dari data klaim pengangguran AS yang kembali naik pada pekan lalu.

Klaim tunjangan pengangguran untuk pekan yang berakhir 15 Januari 2022 mencapai 286.000, menjadi level tertinggi sejak Oktober 2021. Angka tersebut jauh di atas perkiraan Dow Jones 225.000 dan menjadi kenaikan substansial dari 231.000 pada pekan sebelumnya.

link

Harga mayoritas cryptocurrency atau mata uang kripto kembali terkoreksi pada perdagangan Jumat (21/1/2022) pagi waktu Indonesia. Koreksi mata uang kripto karena sentimen pasar global pada hari ini masih cenderung ke arah negatif, di mana investor masih khawatir dengan potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar