“ Bro, bahaya engga rupiah” tanya Teman kemarin atas terjadinya pelemahan rupiah. Saya senyum aja. Ok, saya jelaskan begini.
Indonesia itu punya lampu ajaib. Sistem mata uang kita berdasarkan UU mata uang memungkinkan BI cetak uang 10% dari uang beredar. Dengan syarat pertumbuhan ekonomi diatas 5% dan inflasi di bawah 3%. 10% uang ini tidak diberikan kepada pemerintah. Tetapi jadi tabungan atau cadangan di BI. Dana ini awasi BPK. Hanya digunakan untuk operasi pasar mengamankan moneter. Mengapa? karena berdasarkan fundamental ekonomi, memang nilai rupiah itu undervalue. Jadi kalau BI cetak uang 10%, itu trade off atas undervalued mata uang.
Apa itu undervalued? Misal, seharusnya kurs 1 USD = Rp. 8.000 Tapi kurs terus melemah diatas Rp. 14000. Semakin lemah rupiah semakin undervalued. Contoh Yang paling objectif kurs MdDonal. Di Singapore harga McDonald. 85,000 IDR (8.00 SGD) untuk Big McMeal di McDonalds atau BurgerKing (atau makanan kombo serupa), Di Indonesia harganya Rp. 34.000. Itu artinya perbedaan 2,5 kali dari Indonesia. Kalau kurs 1 SingDollar = Rp. 10.500. Seharusnya 1 SinDolar = Rp 3500. Di AS harga MCD bigmeal USD 5,99 atau Rp. 88.500 atau 2,5 kali. Kan seharusnya kurs rupiah bukan 1 USD =15.000 tapi Rp. 6000
Nah kondisi ini digunakan BI dan Menteri Keuangan sebagai instrument untuk mengelola moneter dan fiskal. Lantas mengapa rupiah dikelola undervalued? Maklum struktur ekonomi kita masih berbasis impor. Kalau rupiah overvalued ya barang impor jadi murah. Ini tentu akan mematikan pertumbuhan industri domestik dan menguras devisa. Sampai disini paham ya.
Nah gimana kerjaan Menteri Keuangan atas trade off dari undervalued rupiah ini? Menteri keuangan tidak perlu kawatir membuat APBN defisit. Analoginya begini. Kalau output kita 10 dan kapasitas kita 40. Itu artinya idel capacity sebesar 30. Jadi kalau defisit APBN kita 4,5 %. itu sebenarnya permainan akuntasi terhadap output yang rendah terhadap kapasitas ekonomi kita. Engga percaya? liat aja index pasar modal terhadap PDB. Index uang beredar terhadap Credit perbankan. Semua jauh dibawah kapasitas PDB. “ kata saya.
“ Jadi hutang kita sampai 39% terhadap PDB, itu juga cermin trade off atas undervalued rupiah. “
“ Ya, Investor membaca ini. Itu sebabnya setiap SBN kita jual, ditabrak pasar, Karena memang sebenarnya Indonesia itu tidak hutang. Tetapi menarik uang dimarket atas kapasitas ( fundamental ) ekonomi kita. Makanya kalau market lepas SBN, ya pemerintah buy back. Darimana duitnya? kan ada cadangan dari uang yang dicetak 10% itu.
“ Oh kalau gitu sebenarnya pemerintah itu smart player. Hampir sulit bisa kena resesi. Kenapa tidak diterapkan oleh negara lain?
“ Negara lain, rakyatnya engga seperti Indonesia. Rakyat indonesia itu baru sadar jadi warga negara kala urus KTP, Passport dan berurusan dengan polisi dan hakim. Selebihnya mereka tidak tahu negara itu manfaatnya apa. Selagi barang ada di pasar, berapapun mereka beli. Engga ada uang ya mereka berdoa aja. Bersabar saja”
“ Lantas siapa yang menikmati sistem seperti ini? Tanya teman.
“ Ya konglomerat. Mari kita lihat data riset. Berdasarkan Indeks Crony Capitalism, Indonesia berada dalam urutan ke-7 terburuk di dunia. Peringkat Indonesia terus memburuk, dari urutan ke-18 pada 2017 menjadi ke-8 pada 2014 dan ke-7 pada 2016.
Sekitar dua pertiga kekayaan dari orang terkaya di Indonesia berasal dari sektor kroni (crony sectors). Kroni itu lingkaran yang ada di pemerintahan, partai politik, DPR, LSM, ormas Agama dan para patron. Mereka itu kaya raya dari pengusaha. Sebenarnya, mereka hanya dapet secuil, lebih banyak yang menikmati pengusaha. Kenapa mereka mau? Ya karena bego dan rakus. Dah gitu aja.”
“ Terus apa upaya Jokowi mengurangi index Crony Capitalism?
“ Ya UU Cipta Kerja. Tetapi apa daya UU Itu dijegal oleh MK. Atas dasar gugatakan kaum agama dan oportunis yang dibiayai Konglomerat. Ya udah. “
“ Ya nasip rakyat bego dan engga paham presidennya berniat baik. Moga kalau anies jadi presiden, UU Cipta kerja bisa digolkan lagi” Kata teman. Saya senyum aja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar